Pagi planners..
Julius Caesar adalah komandan perang yang berhasil merebut pantai Britania karena strateginya yang cukup unik. Dalam catatan sejarah, tercatat bahwa ketika Caesar berhasil mendaratkan pasukannya pada tengah malam yang dingin, sang komandan berdiam diri sejenak, sementara pasukannya sibuk merapatkan dan menyembunyikan perahu-perahu yang sudah mereka tumpangi. Mereka berpikir, setelah pertempuran selesai akan kembali lagi ke kapal induk dengan menggunakan perahu tersebut. Namun, betapa kagetnya seluruh pasukan begitu mendengar perintah sang komandan, “Bakar semua perahu yang sudah kamu daratkan!”
Sebagai pasukan yang taat kepada komandan, mereka pun dengan ragu-ragu akhirnya membakar semua perahu sampai hangus. Akhirnya, semua pasukan bertempur habis-habisan, karen a mereka berpikir tidak akan kembali lagi. Jadi harus menang dan mau bertempur.
Hikmah
Perjalanan menuju sukses kerap kali diwarnai oleh kekhawatiran sehingga terkadang membuat kita cenderung untuk kembali, bahkan mundur dari pergumulan hidup yang sedang dilalui. Hal ini pula yang membuat banyak orang mengalami stagnasi pertumbuhan dalam meraih keberhasilan hanya karena takut tidak berhasil atau takut ditolak oleh orang lain.
Jika sudah memulai sesuatu, tentu berdasarkan pertimbangan yang matang, padamkan semua kemungkinan untuk kembali. Beberapa ‘daya tarik’ yang mampu menarik untuk kembali adalah keterikatan pikiran, nostalgia kesuksesan masa lalu, dan fasilitas yang mungkin masih terkenang dengan segala kemudahannya. Daya tarik yang demikian membuat pikiran kita sedikit banyak akan menciutkan nyali untuk menerima tantangan yang ada di depan mata.
Peristiwa Julius Caesar di atas mengingatkan pada sebuah ilustrasi tentang seseorang yang menyeberang jembatan gantung. Begitu ia sampai di seberang, ia lalu mengambil api dan membakar jembatan tersebut sehingga sekalipun ia berhadapan dengan binatang buas atau apa pun yang membahayakan, ia tidak akan kembali tetapi terus menghadapinya.
Mari kita “bakar jembatan” kita, yaitu segala sesuatu yang membuat kita kembali dan surut untuk maju. Yang penting, bukan darimana kita memulai, melainkan dimana kita berakhir.
(Disarikan dari Buku Setengah Isi Setengah Kosong, Parlindungan Marpaung, hal. 96-100)