Selamat siang Planners… Bagaimana santap siang Anda di Minggu siang ini? Semoga Anda sekeluarga masih diberi nikmat sehat, nikmat umur, serta rezeki yang berlimpah oleh Allah SWT… Aamiin…
Kemarin siang, kami sudah memperkenalkan diri dan menginformasikan latar belakang kami. Hari ini, saya akan lanjutkan dengan bercerita tentang impian saya. Setiap orang pasti memiliki impiannya masing-masing, entah itu berhubungan dengan finansial atau pun status sosial. Namun pada hakikatnya, apa pun impian kita itu harus kita capai dengan melakukan action dari diri kita sendiri mulai saat ini, bukan?
Impian ini berawal dari ketika saya dan almahum suami memutuskan untuk menikah. Seperti halnya pasutri muda lain yang baru menapaki mahligai rumah tangga, kami sama sekali belum memiliki harta apa-apa. Jangankan tempat usaha, rumah pun kami tidak memilikinya karena memang pada waktu itu kami menikah pada usia yang masih sangat muda, 22 dan 24 tahun, di mana saya masih menyelesaikan skripsi S1 saya dan almarhum baru memulai progam koasistensi kedokteran umum. Terus terang, pada waktu itu kondisi finansial kami masih seratus persen ditopang oleh kedua orangtua kami, seperti halnya mahasiswa yang masih belum berpenghasilan lainnya. Tempat tinggal pun masih di kos-kosan mahasiswa dekat kampus saya. Namun, pada saat itu kami berdua bertekad untuk tidak selamanya bergantung kepada orangtua. Karena suami saya dokter, kami pun bermimpi untuk suatu saat nanti kami bisa mendirikan sebuah pusat kesehatan seperti rumah sakit yang dapat memberi kesejahteraan sosial bagi karyawan, pasien, dan masyarakat sekitarnya.
Sejak itu, kami berdua selalu menyisihkan sebagian kiriman dari orangtua kami untuk menabung. Kebetulan almarhum pandai mengelola keuangan. Setiap kali mendapat kiriman uang dari orangtua selalu dibagi-bagi (diposkan) di awal untuk berbagai keperluan, termasuk menabung dan berzakat, sehingga kami tidak kebingungan untuk memenuhinya.
Selesai koasistensi, alhamdulillah almarhum diterima menjadi PNS di sebuah instansi pemerintah. Dari sana, sedikit demi sedikit kami bisa mengurangi beban orangtua kami, sampai akhirnya kami memberanikan diri untuk membuka klinik praktek dokter 24 jam di daerah Cibaduyut. Dari sana, kami benar-benar mengalami pahit-manisnya kehidupan. Pada awal dibukanya klinik tersebut, jumlah pasien yang berobat hanya satu-dua orang per hari, kadang seharian tidak ada pasien sama sekali.
Di sinilah kesabaran kami benar-benar diuji. Selama enam bulan berturut-turut kenaikan jumlah pasien masih minim sekali, sehingga kami terpaksa harus mengeluarkan dana ekstra dari tabungan yang sudah dikumpulkan untuk menutupi biaya operasional. Seringkali almarhum pulang dengan wajah letih dan tidak bersemangat, ingin segera menutup klinik tersebut, tapi pikiran negatif itu selalu berhasil kami halau dengan terus berkeyakinan penuh bahwa pada akhirnya kami bisa melalui semua itu.
Alhamdulillah, setelah bulan ke-enam, pasien klinik terus bertambah dengan pesat sehingga biaya operasional pun bisa tertutupi dan kami mulai bisa memetik hasilnya. Sedikit demi sedikit, impian kami mulai menjadi nyata, dengan dibukanya apotek dan sebuah klinik baru di daerah Cicalengka.
Di sini dapat diambil pelajaran bahwa untuk meraih mimpi/impian yang besar, kita harus memulainya dengan langkah-langkah kecil. Jangan mudah putus asa dalam berusaha, karena masa sulit hanya berlangsung sementara. Terus melangkah dan berjuang, walau pun jalan yang ditempuh masih berkabut tebal dan berbatu.
Besok, kami akan lanjutkan cerita tentang mimpi saya dan alasan mengapa akhirnya saya memutuskan untuk menjadi seorang perencana keuangan. Stay tuned…
Salam Planners
*FH*
